Jumat, 24 Juli 2009

HaHaHa . . .

[ Jum'at, 02 Januari 2009 ]
Sutrimo, 18 Tahun Jadi Penyiar Radio Pemerintah
Diangkat PNS Setelah 16 Tahun, Sebelumnya Tukang Becak

Nama Sutrimo cukup dikenal di Demak. Apalagi di kalangan komunitas pendengar radio di kota wali. Kebetulan Sutrimo adalah salah satu penyiar radio milik pemerintah Demak, yakni Radio Suara Kota Wali (RSKW).

WAHIB PRIBADI, Demak

---

PRIA kelahiran Pati, 28 April 1968 ini telah lama malang melintang di dunia penyiaran radio milik pemerintah. Tak tanggung tanggung. Tercatat sudah 18 tahun terakhir Mbah Mo-sapaan akrabnya-suaranya mengudara di Radio Suara Kota Wali (RSKW). Karena itu, banyak penggemar yang mengidolakannya, baik anak-anak, kaum muda, maupun kalangan tua.

Dengan menjadi penyiar sejak 1991 silam itulah, kini Mbah Mo boleh berbangga atas jerih payahnya selama ini. Sebab, yang bersangkutan akhirnya diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Demak. Ia baru memperoleh Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai CPNS pada November 2007. Praktis, dia harus menunggu selama 16 tahun.

Setelah diangkat sebagai pegawai itu, dia tetap bertugas di radio sebagai penyiar. Perjuangan suami Endah Suwarni, 38, dalam menapaki karirnya sebagai penyiar radio yang hingga mengantarkan menjadi PNS tersebut memang penuh liku. Dalam riwayat hidupnya, Mbah Mo kecil pernah mengenyam pendidikan di SD Kutoharjo I Pati (1980). Selepas itu, dia melanjutkan di SMP BOPKRI Pati (1985), serta meneruskan pendidikannya di SMA Ganesa Kecamatan Gajah, Demak (1990).

Sebelum melanjutkan di SMA, ia sempat merantau bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Di ibu kota tersebut, dia tidak lama. Hanya bekerja selama 1 bulan. Setelah itu, yang bersangkutan pulang lagi ke daerah asalnya, Pati.

Di kampung, Mbah Mo sempat bingung. Sebab, dia tidak memiliki pekerjaan tetap. Mbah Mo akhirnya memutuskan bekerja serabutan. Pekerjaan yang pernah dilakukan adalah menjadi tukang becak, kernet angkutan jurusan Pati-Tayu hingga penggembala kambing. Pekerjaan itu dijalani kurang lebih selama setahun.

Sebagai tukang becak, Mbah Mo biasanya mangkal di depan Rumah Sakit Suwondo, Pati. Dia mulai mangkal pada pukul 07.00 sampai 12.00. Setiap hari dia bisa memperoleh uang Rp 2 ribu. Kala itu, penghasilan segitu dirasakan cukup besar bagi Mbah Mo. Hanya saja, yang diperoleh itu memang tidak menentu. Bahkan, kadang kala hasilnya blong atau sama sekali tidak mendapatkan uang.

Karena sebagai tukang becak hasilnya tak tentu, Mbah Mo sempat nyambi sebagai kernet pocokan (tak tetap). Pun hasil kerjanya tersebut tak bisa dipastikan. Sehari bisa mendapatkan uang antara Rp 7 ribu hingga Rp 10 ribu. Selepas mbecak itu, Mbah Mo menggembala kambing hingga sore pukul 17.00. Di sela-sela menggembala, Mbah Mo juga mencari rumput untuk pakan ternak miliknya yang jumlahnya mencapai 15 ekor tersebut.

"Lumayan bisa tambah penghasilan dan membantu orang tua di rumah," ujarnya sembari tersenyum mengingat kisah masa lalunya yang buram.

Maklum, Mbah Mo berasal dari keluarga kurang mampu. Saat itu, orang tuanya (alm) Mulyadi dan ibunya Kartini, 65, yang bertempat tinggal di Dukuh Karangdowo, Desa Kutoharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati hanyalah orang biasa yang juga bekerja serabutan.

"Bapak meninggal dunia ketika saya masih dalam kandungan. Karena itu, menginjak besar saya bertekad harus bisa mandiri. Biar dapat membantu ibu yang single parent. Saya sendiri paling ragil (kecil) dari empat bersaudara, tapi justru menjadi tulang punggung keluarga," tuturnya.

Nasib Mbah Mo lambat laun mulai berubah. Itu terjadi setelah yang bersangkutan diajak bekerja di Demak oleh mantan Camat Gajah, Nur Kholis. Bahkan, di sela bekerja Mbah Mo bisa melanjutkan sekolahnya di SMA Ganesa, Kecamatan Gajah, Demak .

"Waktu itu, saya ngawulo di rumah Pak Nur Kholis. Saya juga disekolahkan di SMA sampai yang bersangkutan pindah tugas sebagai camat di Kecamatan Demak Kota," ujar bapak dua anak, Eko Prasetyo Hendriyanto, 11, dan Eva Nurmaya, 8, ini.

Nasib pun terus membaik. Selepas lulus sekolah di SMA Ganesa, dia ditawari bekerja di RSKW (dulu masih bernama radio siaran pemerintah daerah-RSPD) Demak. Tawaran itu ia terima meski dengan honor pas-pasan. Honor pertama sebagai tenaga wiyata bakti di radio tersebut hanya sebesar Rp 10 ribu per bulan. Kemudian naik menjadi Rp 25 ribu, dan Rp 75 ribu. Di radio milik pemerintah tersebut sebelumnya masih bergelombang AM. Tak lama kemudian, RSPD berubah nama menjadi RSKW bergelombang FM. Honornya pun turut naik menjadi Rp 400 ribu per bulan pada 2005.

Pengalaman menjadi penyiar diakui banyak yang unik. "Kali pertama menjadi penyiar saya sempat grogi. Sebab, mau ngomong atau cuap-cuap itu sulitnya bukan main. Padahal, sudah membaca catatan di kertas sebagai panduan siaran. Tapi, tetap plegak pleguk (tidal lancar). Selain itu, saya juga masih kesulitan mengoperasikan teknologi radio bergelombang AM. Apalagi belum menggunakan komputer sehingga untuk memandu acara di radio tidak bisa maksimal seperti sekarang ini,"ungkapnya.

Menurutnya, untuk memutar lagu-lagu, di radio tempat siarannya masih memakai tape recorder. Yang diputar pun belum berupa kepingan CD, melainkan kaset pita. Repotnya setiap siaran dirinya harus menggulung kaset untuk menyesuaikan lagu yang akan diputar. Bahkan, sebelumnya dia pun sempat mengoperasikan piringan hitam. Sebagai penyiar, Mbah Mo tentu memiliki suka duka.

"Saya pernah memandu acara wayangan semalam suntuk. Karena ngantuk, siaran wayangannya kebablasan sampai pagi,"kata perokok berat dan penyuka dangdut ini sembari terkekeh.

Sampai sekarang, di RSKW Mbah Mo memang lebih banyak memandu acara dangdut, yakni goyang malam setiap hari pukul 21.00 sampai 23.00 dan goyang pantura mulai pukul 15.00 sampai 17.00. Meski demikian, yang bersangkutan juga piawai memandu acara berbahasa Jawa. Dalam hal ini, Mbah Mo, kebagian siaran Nglaras Jawi dan gayeng siang. Melalui siaran itu, dia turut melestarikan budaya Jawa dan musik dangdut ditanah air. "Memang idealnya seorang penyiar itu bisa memandu berbagai acara yang disuguhkan. Namun, jangan lupa segmen pendengar masing masing acara itu berbeda. Karenanya penyiar harus mampu membawa diri," katanya.

Mbah Mo mengaku dirinya sangat bersyukur karena telah diangkat sebagai PNS di Pemkab Demak. Jerih payahnya yang lama dilalui penuh liku itu seakan tertebus oleh keluarnya SK PNS. Apalagi, kini gajinya lebih layak untuk menghidupi kedua anak dan istrinya. "Alhamdulillah sudah jadi PNS,"katanya penuh syukur.

Jumat, 12 Juni 2009

Seks Dan Seks

Seks Bebas Remaja Indonesia Merajalela
April 11, 2007 · 3 Komentar
Orangtua mana yang tak bergidik mengetahui data tentang perilaku seks bebas remaja Indonesia masa kini dibawah ini. Seks bebas sungguh telah menjadi hal biasa! Bagaimana cara menangkalnya? Penelitian di pelbagai negara menemukan bahwa anak remaja akan terhindar dari keterlibatan dengan seks bebas, jika mereka dapat membicarakan masalah seks dengan orang tuan. Artinya, orang tua harus menjadi pendidik seksualitas bagi anak-anaknya! Telah siapkah kita, para orangtua menjadi pendidik seksualitas bagi anak-anak kita? Bagaimana meluweskan lidah kita agar tak kelu ketika harus bicara saru dengan anak-anak kita?
Temukan jawabnya dalam acara workhsop Salamaa 1-3 Juni 2007.
Dan untuk mengetahui data lebih lengkap tentang perilaku seks bebas remaja masa kini, silahkan simak artikel di bawah ini.
Pergaulan BebasAsro Kamal Rokan
KH Abdul Rasyid Abdullah Safii terlihat resah sekali. Pemimpin Yayasan Perguruan Islam As-Syafi’iyah ini memberikan beberapa lembar kliping koran. ”Tolong baca ini. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada bangsa ini,” katanya singkat. Kiai Rasyid tak banyak bicara, namun raut wajahnya memperlihatkan betapa ia risau betul atas pemberitaan media massa itu.
Fotokopi kliping berbagai media itu, ketika saya baca, memang sangat merisaukan. Media Indonesia (6/1) mengutip Kantor Berita Antara menulis, ”85 Persen Remaja 15 Tahun Berhubungan Seks”. Warta Kota (11/2) memberi judul, ”Separo Siswa Cianjur Ngesek”. Kemudian, Harian Republika terbitan 1 Maret 2007 menulis, ”Penyakit Menular Seksual Ancam Siapa Pun”. Dalam berita itu ditulis pula, ”Hampir 50 persen remaja perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah.”
Berita di Republika mengutip hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Survei dilakukan pada 2003 di lima kota, di antaranya Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Hasil survei PKBI, yang juga dikutip Media Indonesia, menyatakan pula bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka. Penelitian pada 2005 itu dilakukan terhadap2.488 responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang.
Ironisnya, menurut Direktur Eksekutif PKBI, Inne Silviane, hubungan seks itu dilakukan di rumah sendiri –rumah tempat mereka berlindung. Sebanyak 50 persen dari remaja itu mengaku menonton media pornografi, di antaranya VCD. Dari penelitian itu pula diketahui, 52 persen yang memahami bagaimana kehamilan bisa terjadi.
Penelitian lain dilakukan Annisa Foundation, seperti dikutip Warta Kota. Diberitakan, 42,3 persen pelajar SMP dan SMA di Cianjur telah melakukan hubungan seksual. Menurut pengakuan mereka, hubungan seks itu dilakukan suka sama suka, dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan. Penelitian ini dilakukan Annisa Foundation (AF) pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari 13 SMP dan SMA negeri serta swasta.
Laila Sukmadewi, Direktur Eksekutif AF, mengatakan hubungan seks di luar nikah itu umumnya dilakukan responden karena suka sama suka. Hanya sekitar 9 persen dengan alasan ekonomi. ”Jadi, bukan alasan ekonomi. Yang lebih memprihatinkan, sebanyak 90 persen menyatakan paham nilai-nilai agama, dan mereka tahu itu dosa,” ujar Laila. Dijelaskan, sebagian besar mereka menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas, sebanyak 12 persen menggunakan metode coitus interuptus.
Fakta-fakta itu telah menjelaskan kerisauan KH Rasyid. Ia berujar dalam nada getir, ”Bencana yang terus menimpa bangsa ini dapat diperbaiki, namun bencana akibat rusaknya moral, bagaimana memperbaikinya?” Tidak hanya KH Rasyid, siapa pun yang peduli terhadap bangsa ini, tentu menarik napas dalam-dalam. Betapa pilu, para remaja itu paham pada ajaran agama, paham dosa, dan akibat yang ditimbulkannya. Pasti ada yang salah terhadap bangsa ini.
Tayangan televisi, media-media berbau porno, semakin mendekatkan para remaja itu melakukan hubungan seks di luar nikah. VCD dan DVD porno begitu mudah diperoleh hanya dengan Rp 5.000. Sekali dirazia, setelah itu bebas lagi diperjualbelikan. Sistem pendidikan yang mengejar angka-angka pun memberi andil kerusakan generasi muda itu.
Hasil survei itu semestinya menyadarkan kita, para pendidik, orang tua, ulama, pengelola televisi, media massa, dan tentu juga pemerintah. Angka-angka yang terungkap itu, boleh jadi puncak gunung es. Setelah ini, apakah kita membiarkan bencana moral itu terus berlangsung –yang nauzubillahdapat saja menimpa keluarga kita?Ya Allah, ini bencana yang nyata dan sangat menakutkan ….


Hubungan seksual
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Coition of a Hemisected Man and Woman (c. 1492) adalah sebuah interpretasi pelukis tentang apa yang terjadi dalam tubuh selama coitus, oleh Leonardo da Vinci
Artikel ini mengenai hubungan seksual pada manusia dan implikasi sosialnya.Untuk kopulasi biologis dalam artian umum, lihat kopulasi
Hubungan seksual, khususnya coitus, adalah bentuk kopulasi bagi manusia. Istilah hubungan seksual merujuk pada area yang lebih luas dalam aktivitas seksual dibandingkan dengan istilah coitus, yang hanya merujuk pada seks antar alat kelamin pria dan wanita.
Coitus mungkin didahului dengan foreplay, yang menyebabkan gairah pada partner, menyebabkan terjadinya ereksi dari penis dan pelumasan alami pada vagina.
Untuk memulai sebuah hubungan seksual, penis yang telah ereksi dimasukkan ke dalam vagina dan salah satu partner atau keduanya menggerakkan pahanya untuk membuat penis bergerak maju dan mundur di dalam vagina dan menghasilkan gesekan, tanpa sama sekali mengeluarkan penis secara penuh. Dengan demikian, mereka merangsang diri sendiri maupun partnernya hingga orgasme dan ejakulasi diperoleh. Penetrasi dengan penis juga dikenal dengan intromission atau dengan nama Latin immissio penis.

Reproduksi seksual
Coitus adalah metode dasar reproduksi manusia. Selama ejakulasi, yang umumnya disertai dengan orgasme pada pria, serangkaian kontraksi otot mengirimkan air mani yang berisi gamet pria yang dikenal sebagai sel sperma atau spermatozoa ke dalam ruang vagina.
Rute yang dilalui dalam ruang vagina adalah melalui cervix menuju rahim dan kemudian menuju ke tuba fallopi. Jutaan sperma terdapat dalam setiap ejakulasi, untuk meningkatkan kemungkinan sebuah pembuahan dengan sel telur atau ovum. Sel sperma dapat bertahan hingga sembilan hari dalam tubuh wanita. Ketika sebuah sel telur yang subur dari wanita terdapat dalam tuba fallopi, gamet pria bergabung dengan ovum menghasilkan pembuahan dan pembentukan sebuah embrio baru. Ketika sebuah ovum yang telah terbuahi mencapai rahim, ia akan tertanam pada dinding uterus, yang dikenal dengan endometrium dan kehamilan dimulai.

[sunting] Hubungan seksual dalam agama
Hubungan seksual dalam agama tidak berbeda dengan hubungan seksual yang dijelaskan dalam biologi yaitu memasukkan alat kelamin pria (penis) ke dalam alat kelamin wanita (vagina). Namun, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi:
hubungan seksual hanya dilakukan oleh sepasang suami-istri yang sah secara hukum agama
hubungan seksual tidak dilakukan pada saat seorang istri sedang haid
hubungan seksual hanya dibenarkan melalui vagina, dan tidak melalui anus. Dengan demikian, anal sex tidak dibenarkan dalam agama.
hubungan seksual hanya dilakukan dengan lawan jenis. Dengan demikian Homoseksual maupun Lesbian tidak dibenarkan dalam agama.
Bagian ini membutuhkan pengembangan.